![]() |
Wahyuningsih, S.H., M.H, Kuasa hukum korban pemalsuan tanda tangan, Raba Ali. |
Dia menjelaskan bahwa prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
"Artinya, baik pelaku maupun korban dalam perkara ini harus diperlakukan setara, tanpa ada keberpihakan atau perlakuan istimewa. Penegakan hukum tidak boleh dipengaruhi oleh kedudukan pelaku, apakah ia pejabat, tokoh masyarakat, atau warga biasa," kata Wahyuningsih, kepada satulayar.com pada Minggu (24/8/2025).
Ia pun menilai sepanjang persidangan mulai sidang perdana terdakwa dalam sidang pembacaan dakwaan oleh JPU dan sidang pemeriksaan saksi, Majelis Hakim telah menjalankan tugasnya dengan baik.
"Kami selaku Penasehat Hukum pelapor sangat mengapresiasi majelis hakim, terkhusus Ketua Majelis Hakim yang begitu tegas tanpa pandang bulu," ujar Alumni Universitas Muslim Indonesia Makassar ini.
Apatahlagi, kata dia, Ketua Majelis Hakim, Harwasah, S.H, M.H., yang juga Ketua Pengadilan Negeri Selayar sudah menegaskan bahwa tidak boleh ada pihak yang mempengaruhi pihaknya dalam proses pengambilan keputusan sidang dalam perkara yang menyeret Awiluddin, S.H., M.H., sebagai terdakwa.
"Kasarnya, Ketua Mejelis mengatakan jangan pernah ada niat mau menyogok Hakim untuk meringankan hukuman terdakwa. Kita butuh ribuan Hakim yang tegas dan profesional seperti beliau demi tegaknya keadilan di Negeri ini," jelas Wahyu.
Lebih lanjut, ia mengatakan jika pemalsuan tandat tangan, surat atau dokumen sebagai pelanggaran serius yang tidak boleh dianggap sebagai sesuatu hal yang sepele. Pemalsuan tanda tangan merupakan pelanggaran terhadap integritas dokumen, yang diatur dalam Pasal 263 KUHP, dengan ancaman pidana yang jelas yaitu 6 Tahun penjara.
Perbuatan ini, ungkap dia, dapat menimbulkan kerugian materiil maupun immateriil, serta menggerus kepercayaan masyarakat terhadap legalitas administrasi dan proses hukum.
Terkait kepentingan hukum dan pemulihan, selalu Kuasa Hukum, pihaknya mendorong agar penegak hukum memproses perkara ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"Apabila terbukti bersalah, pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai hukum. Sebaliknya, apabila tidak terbukti, nama baik yang bersangkutan harus dipulihkan," pungkas Wahyuningsih. (Afd).
Social Header