Breaking News

Warga Selayar Sulsel Diduga Jadi Korban TPPO, Dipaksa Kerja Jadi Operator Judol di Kamboja


SATULAYAR.COM
- Andi Arung (18), warga Dusun Bangko, Desa Batang, Kecamatan Takabonerate, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) lintas negara usai mendapat tawaran pekerjaan bergaji tinggi melalui media sosial Facebook. 

Saat ini, korban dilaporkan telah berada di Kamboja dalam kondisi tertekan dan dibawah ancaman kekerasan. Keberadaan korban itu diketahui usai pihak keluarga korban melaporkan kejadian tersebut kepada pemerintah setempat, setelah sebelumnya korban menghubungi keluarga melalui WhatsApp dan mengaku telah berada di Kamboja. 

Mendapat laporan tersebut, Babinsa Desa Batang Koramil 1415-02/Pasimasunggu, Serka Rusli R., bersama staf Kecamatan Takabonerate melakukan monitoring dan pengumpulan keterangan pada Selasa, 16 Desember 2025, sekitar pukul 08.00 WITA, di Dusun Bangko, Desa Batang.

Dalam keterangannya, Ibu korban Denta Iji (53) menyampaikan bahwa peristiwa bermula sekitar pertengahan November 2025, dimana korban berkenalan dengan seorang pria berinisial Al, melalui media sosial Facebook. AI mengaku berasal dari Maluku. 

Meski belum pernah bertemu langsung, terduga pelaku menawarkan pekerjaan dengan iming-iming gaji besar di Morowali, Sulawesi Tengah.

Akhirnya, korban berpamitan kepada ibunya untuk berangkat ke Makassar, pada 25 November 2025, dengan alasan akan bertemu terduga pelaku sebelum melanjutkan perjalanan ke Morowali. 

Namun, kabar mengejutkan datang pada 9 Desember 2025. Korban menghubungi keluarga melalui WhatsApp dan mengaku telah berada di Kamboja, setelah menempuh perjalanan panjang dari Makassar - Jakarta - Medan - Malaysia - Kamboja.


Setibanya di Kamboja, korban mengaku paspornya langsung diambil dan dipaksa bekerja sebagai operator judi online. Ia harus bekerja dari pukul 07.00 hingga 23.00 setiap hari, dengan waktu istirahat hanya 30 menit. 

Korban juga menyampaikan adanya ancaman pemukulan dan penyiksaan menggunakan setrum apabila melanggar jam kerja, serta ancaman akan dijual ke perusahaan lain setiap tiga bulan jika tidak mencapai target.

Dalam situasi tertekan, korban sempat mengirimkan lokasi tempat kerjanya secara diam-diam kepada keluarga sebagai upaya meminta pertolongan.

“Saya sangat takut dan cemas setelah anak saya memberi kabar dari Kamboja. Dia bilang paspornya diambil dan dipaksa bekerja dengan ancaman kekerasan. Saya hanya berharap anak saya bisa segera diselamatkan dan pulang,” tutur Denta Iji dengan suara bergetar, dilansir dari realitynews.web.id, Selasa (16/12/2025). 

Babinsa Desa Batang, Serka Rusli R., menegaskan bahwa pihaknya terus mengawal perkembangan kasus ini. Ia mendorong koordinasi lintas instansi agar dugaan TPPO tersebut segera ditindaklanjuti secara serius.

“Kami langsung melakukan monitoring dan pengumpulan keterangan setelah menerima laporan keluarga. Kami juga berkoordinasi dengan pemerintah desa, kecamatan, serta instansi terkait agar korban mendapat perlindungan dan kasus ini segera ditangani,” tegas Serka Rusli. 

Dengan kejadian ini, dihimbau kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur tawaran kerja di media sosial, terutama yang menjanjikan gaji tinggi tanpa proses yang jelas. Kasus ini menjadi peringatan keras tentang bahaya perdagangan orang berkedok lowongan kerja lintas negara. (*) 

© Copyright 2025 - SATULAYAR.COM | JELAJAH BERITA TERKINI