SATULAYAR.COM - Aktivis Kepulauan Selayar, Muassir, menyoroti tantangan dunia pendidikan di wilayah kepulauan terkhusus belum adanya Sekolah Menengah Atas (SMA) / Sederajat di 6 desa dalam Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Keenam desa yang dimaksud antara lain Desa Rajuni, Desa Jinato, Desa Tambuna, Desa Latondu, Desa Tarupa dan Desa Khusus Pasitallu. Menurutnya, ketiadaan sarana dan prasarana pendidikan formal setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat di kawasan tersebut menyebabkan tingginya angka putus sekolah di Kecamatan Taka Bonerate.
"Salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate adalah infrastruktur pendidikan SLTA yang belum tersedia. Dari data 2024 angka paling tinggi generasi putus sekolah di Kecamatan Taka Bonerate menempati urutan pertama," ungkap Muassir, kepada satulayar.com, Rabu (2/7/2025) malam.
Sehingga, kata dia, perlu adanya upaya peningkatan SDM melalui pendidikan yang tepat, pendidikan dengan pendekatan atau berbasis potensi lokal. Sebagaimana diketahui, keenam desa tersebut memiliki potensi besar dalam bidang kelautan dan perikanan.
"Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kelautan dan Perikanan di kawasan ini. Hadirnya sekolah ini dapat menjadi wadah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan generasi muda tentang pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan," ujar Ibo, kerap Muassir disapa.
Dengan demikian, lanjut dia, mereka dapat memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan laut dan mengembangkan metode penangkapan ikan yang lebih ramah lingkungan.
"Melalui pendidikan yang tepat, generasi berikutnya dapat menjadi agen perubahan yang dapat membantu menjaga kelestarian kawasan Taman Nasional Takabonerate. Praktek ilegal fishing dapat diminimalisir dan kawasan ini dapat terjaga kelestariannya untuk generasi mendatang," pungkasnya.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melaui Dinas Sosial telah menetapkan sebanyak 15 sekolah rintisan untuk Program Sekolah Rakyat yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto di bawah binaan Kementerian Sosial.
Kepala Dinsos Sulawesi Selatan Abdul Malik Faisal, mengemukakan bahwa telah ditetapkan 15 Sekolah Rakyat rintisan pada Program Sekolah Rakyat yang tersebar di berbagai daerah dan siap menampung 1.750 siswa.
"Totalnya itu 1.750 siswa. Rinciannya tingkat SD 75 siswa, SMP 975 siswa, dan SMA 700 siswa dari total target 20.000 di Indonesia. Kita (Sulsel) dengan kuota terbesar di luar Jawa," ujar Malik.
Malik menjelaskan bahwa sekolah rintisan merupakan sekolah rakyat yang akan memulai tahun ajaran di 2025-2026. Terkait fasilitas bangunan, 15 sekolah rintisan akan disebar di berbagai daerah se Sulsel.
Malik menjabarkan 15 titik Sekolah Rakyat rintisan yang akan digunakan dua di Kota Makassar yakni Gedung BBPSDM Sulsel dan Sentra Wirajaya Salodong, Kelurahan Untia, Makassar. Kemudian di Sentra Gau Mabaji Gowa dan Sentra Pangurangi Takalar. Kemudian ada BLK 2, yakni 1 di Bone dan 1 di Parepare.
Selain itu, beberapa Pemerintah Kabupaten di Sulsel seperti Pemkab Soppeng, Sidrap, Wajo, Barru, dan Sinjai juga sudah menyiapkan lokasi untuk Sekolah Rakyat rintisan.
Lanjut, Malik mengungkapkan bahwa pengusulan pembangunan sekolah permanen untuk Program Sekolah Rakyat di sejumlah daerah terkendala lahan. Dia menyebut tanah yang diusulkan sejumlah pemerintah daerah tidak memenuhi syarat dengan sejumlah alasan, seperti tanahnya miring, lokasi yang jauh dari kota, sulit dijangkau, dan fasilitas tidak ada.
"Seperti di Enrekang, listrik tidak ada. Ada juga yang mengusulkan status hak tanah itu bukan milik pemerintah daerah, seperti Kabupaten Bantaeng dan Maros," ujar Malik.
Sekarang ini kabupaten/kota ditambah provinsi, disiapkan kuota sekitar 550 Sekolah Rakyat di Indonesia. "Sekarang Pak Presiden menargetkan 1 tahun 100. Artinya, siapa yang cepat, siapa tepat, siapa yang benar, dia didahulukan," urai Malik.
Selain itu, lanjut Malik, terdapat sejumlah usulan lokasi yang berada di wilayah terpencil dengan akses sulit, sementara kepala daerah belum menyatakan komitmen untuk membuat akses jalan seperti di Kabupaten Wajo.
Kemudian, ada yang terlambat mengusulkan, seperti Kabupaten Selayar, Luwu Utara dan Luwu Timur. Ada juga pemerintah daerah yang belum mengusulkan, karena kesulitan mencari lahan yang luasnya 7,6 hektare seperti Kota Makassar dan Parepare.
Ada pemerintah daerah belum mengusulkan, karena tidak paham, seperti Kabupaten Jeneponto, Toraja Utara, Pinrang, Gowa, dan Palopo. "Daerah ini belum mengusulkan sama sekali," ucapnya.
Sementara di Tana Toraja, lahan yang diusulkan juga ada yang kurang. Diminta 7,6 hektare, tapi diusulkan di bawah 5 hektare.
"Ada sembilan daerah yang saya optimistis bisa masuk dan segera bisa dilakukan pembangunan Sekolah Rakyat, seperti Kabupaten Soppeng, Luwu Utara, Luwu Timur, Barru, Selayar, Pangkep, Sinjai, Luwu dan Bulukumba," pungkasnya. (Tim/*)
Social Header