Breaking News

Kakabia: Pulau Sunyi yang Diperebutkan Dua Takhta

Oleh: Muhammad Asy'ari Rahman

Di tengah lautan luas, Pulau Kakabia berdiri sunyi. Tak berpenghuni, tak bersuara, tapi namanya menggetarkan dua wilayah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Pulau kecil ini tiba-tiba menjadi panggung perebutan kehormatan, sejarah, dan kekuasaan. Seolah-olah, siapa yang memiliki Kakabia, dialah yang menang. Tapi, benarkah semua ini tentang pulau itu? Atau hanya tentang ego yang belum selesai?

Pulau Kakabia bukan hanya seonggok daratan di tengah laut. Ia kini menjadi simbol tarik-menarik antara logika hukum dan romantisme sejarah. Pemerintah Republik Indonesia, lewat Permendagri Nomor 45 Tahun 2011 dan SK Kemendagri tahun 2022, telah memutuskan secara sah: Kakabia adalah bagian dari Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Selesai. Titik. Tapi tidak bagi Kesultanan Buton.

Kesultanan Buton menjeritkan sejarah. Mereka bilang, bahkan Selayar pun dulunya bagian dari wilayah kekuasaannya. Mereka menyodorkan dokumen tua, izin masa lampau, dan narasi warisan leluhur. Mereka menganggap, pulau ini bukan hanya tanah, tapi harga diri. Sayangnya, sejarah tidak bisa menggantikan hukum. Negara tidak bisa ditata dengan kenangan, tapi dengan ketetapan yang hidup dan berlaku.

Selayar telah hadir dan merawat Kakabia, bukan hanya dengan klaim, tapi dengan langkah nyata. Mereka menjaga lautnya, menyusun rencana konservasinya, bahkan memimpikan Kakabia jadi ikon wisata perbatasan. Apa salahnya bermimpi, ketika hukum sudah di tangan?

Pertanyaannya, sampai kapan sebuah pulau sunyi dijadikan ajang tarik-menarik identitas yang menguras energi? Sampai kapan kita saling menuding atas daratan yang tidak berteriak, tapi seolah dipaksa memilih tuan?

Kakabia mungkin diam, tapi ia telah membuat dua pihak saling berbicara dengan nada keras. Padahal, yang dibutuhkan bukan siapa yang lebih dulu, tapi siapa yang lebih tulus. Pulau ini butuh perlindungan, bukan perpecahan. Butuh cinta, bukan hanya klaim. Bila sejarah ingin dihormati, hormatilah pula hukum yang berlaku hari ini.

Biarkan Kakabia berdiri dengan tenang sebagai milik Selayar bukan karena ego, tapi karena negara telah memutuskannya. Dan bila Kesultanan Buton masih ingin dikenang, biarlah itu lewat kontribusi nyata, bukan melalui pertengkaran berkepanjangan. Kakabia terlalu kecil untuk jadi rebutan, tapi terlalu berharga untuk diabaikan.

© Copyright 2025 - SATULAYAR.COM | JELAJAH BERITA TERKINI