Breaking News

Gara-gara Pinjol dan Judol, Janda Muda di Sulsel Meroket


SATULAYAR.COM
- Sebanyak 236 pasangan dari 373 perkara perceraian resmi diputus bercerai oleh majelis hakim Pengadilan Agama Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Mayoritas dari mereka merupakan usia produktif dengan umur antara 25 hingga 35 tahun. 

Bahkan hingga pertengahan tahun 2025 ini, dari 373 perkara perceraian yang diterima tersebut, masih ada 98 perkara yang menunggu putusan. Selain itu, ada 23 perkara dicabut oleh penggugat, tujuh perkara ditolak, tiga perkara dinyatakan gugur, dan enam perkara tidak dapat diterima.

“Dari 373 perkara, 236 sudah selesai diputuskan dan pasangan tersebut resmi bercerai,” kata Panitera Pengadilan Agama Maros, Muhammad Ridwan, Minggu (13/7/2025). 

Ridwan mengatakan bahwa mayoritas perkara perceraian diajukan pihak perempuan dengan total 289 perkara cerai gugat. Sedangkan 84 perkara cerai talak diajukan oleh pihak laki-laki. 

Adapun penyebab utama perceraian, menurut Ridwan, masih didominasi persoalan ekonomi yang mencapai 60 persen dari total kasus. Banyak pasangan rumah tangga yang terjebak pinjaman online dan judi daring. Kondisi ini memicu keretakan dalam rumah tangga, ujar Ridwan.

Selain itu, lanjut dia, pasangan yang meninggalkan rumah dan ketidakcocokan dalam hubungan juga memicu terjadinya perceraian. 

"Mayoritas pemohon perceraian berusia produktif antara 25 hingga 35 tahun, dengan tingkat pendidikan terbanyak pada jenjang SMA atau setara," jelasnya. 

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Maros, A. Zulkifli Riswan Akbar, mengatakan tingginya angka perceraian menjadi salah satu faktor penghambat kemajuan perempuan di Maros.

Dia menyebut tingginya angka perceraian membuat perempuan sulit berkembang karena mereka seringkali tidak mendapat pembinaan setelah cerai. Untuk itu, pihaknya telah menyiapkan program pemberdayaan perempuan melalui pelatihan usaha kecil dan akses permodalan agar mereka lebih mandiri secara ekonomi.

“Kami dorong pelatihan UMKM dan program UPPK, supaya perempuan yang terdampak perceraian bisa punya usaha sendiri,” jelasnya.

A. Zulkifli mengingatkan bahwa media sosial ikut berpengaruh dan turut andil terhadap pola pikir perempuan tentang rumah tangga. Dia mengatakan media sosial sering memberi standar hidup yang tidak realistis. "Ini membuat konflik dalam rumah tangga semakin sering terjadi,” tuturnya. 

Meski masalah pinjol dan judi online belum signifikan pada kelompok perempuan, kedua fenomena ini tetap menjadi perhatian pemerintah daerah karena berdampak pada kondisi ekonomi keluarga, pungkas A. Zulkifli. (*). 

© Copyright 2025 - SATULAYAR.COM | JELAJAH BERITA TERKINI