Breaking News

SPPT Ganda dan Objek PBB-P2 Siluman, Siapa Bertanggung Jawab?"


SATULAYAR.COM
- Target dan realisasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) selalu menjadi persoalan setiap tahunnya di Kabupaten Kepulauan Selayar, bahkan sampai berimbas pada penundaan pencairan Anggaran Dana Desa (ADD) Tahun 2025 bagi desa-desa yang belum menyelesaikan tunggakan PBB-P2 Tahun 2024 di semester 1 Tahun 2025.

Akibatnya para perangkat, staf dan petugas kemasyarakatan harus gigit jari untuk menerima gaji dan insentif sebagai hak atas kerja-kerja pelayanan publik yang mereka lakukan hingga pertengahan tahun 2025 ini. 

Mereka pun dijadikan tumbal masih adanya tunggakan desa atas PBB-P2 Tahun 2024 di semester 1 Tahun 2025. Seolah jauh lebih penting melunasi PBB-P2 dibanding mencairkan ADD yang didalamnya ada hak-hak para kepala desa, bhabinkamtibmas, babinsa, perangkat desa, staf hingga petugas kemasyarakatan, seperti gaji, insentif dan operasional pemerintah desa. 

Kendati demikian, kebijakan penundaan pencairan ADD tersebut tetap diambil oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kepulauan Selayar sebagai bentuk penegasan atas kewajiban desa dalam menyelesaikan penagihan tunggakan PBB-P2. 

Dalam keterangannya, Kepala BPKPD Nursal Ikhsan, pada Kamis (19/6/2025) malam mengatakan pemerintah desa harus memahami bahwa PBB-P2 merupakan salah satu sumber pendapatan penting bagi daerah untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik, termasuk untuk kepentingan desa itu sendiri.

Dijelaskan bahwa ADD memang menjadi hak desa, namun pemerintah desa juga memiliki kewajiban membantu optimalisasi pendapatan daerah melalui percepatan penagihan tunggakan PBB-P2. Keseimbangan antara hak dan kewajiban inilah yang menjadi dasar kebijakan tersebut diterapkan.

"Kami juga memahami kondisi di lapangan, tapi ini adalah tanggung jawab bersama. PBB-P2 ini bukan hanya kewajiban pemerintah desa untuk menagih, tetapi juga masyarakat sebagai wajib pajak. Karena itu, kami mendorong kolaborasi yang lebih kuat antara desa, perangkat RT/RW, dan masyarakat khususnya untuk segera menyelesaikan tunggakan pajak yang masih ada,” ucap Nursal Ikhsan. 

Kebijakan tersebut pun dikeluhkan sejumlah kepala desa, pasalnya mereka mengaku telah melakukan penagihan terhadap wajib pajak. Tidak hanya sekali, tim bahkan telah berkali-kali menemui para wajib pajak. 

"Namun dalam upaya penagihan yang dilakukan, tim penagih PBB-P2 yang telah kami bentuk menemui banyak kendala dilapangan. Misalnya, wajib pajak tidak berdomisili lagi di Kepulauan Selayar, ada wajib pajak yang tanah atau lahanya sudah dijual sehingga merasa tidak berkewajiban lagi untuk membayar PBB-P2 lahan tersebut. Ada wajib pajak yang saat ditemui belum memiliki dana untuk membayar," ujar seorang kepala desa, kepada satulayar.com, pada Kamis (19/6/2025) malam. 

Selain itu, adanya SPPT PBB-P2 ganda. Satu lokasi dengan 2 (dua) nama wajib pajak. Bahkan, katanya, yang jauh lebih parah adalah munculnya objek PBB-P2 yang tanah atau lahannya itu tidak jelas keberadaannya.

"Ada objek PBB-P2 yang tanahnya tidak jelas keberadaannya. Kami tanyakan ke wajib pajaknya, mereka malah justru mengatakan tidak memiliki lahan dengan luasan seperti yang tertera dalam SPPT PBB-P2 tersebut. Ini kan aneh, kenapa bisa ada objek PBB-P2 siluman. Kalau seperti ini siapa yang bertanggungjawab?" katanya.

Diapun mengaku bahwa hal seperti adanya SPPT ganda, dan objek PBB-P2 siluman ini telah dilaporkan ke pihak BPKPD Kepulauan Selayar ditahun sebelumnya. 

"Anehnya sekalipun sudah dilaporkan dan dilakukan pemutakhiran data, objek PBB-P2 siluman ini selalu muncul ditahun berikutnya," tambahnya. 

Ia pun berharap pihak BPKPD Kepulauan Selayar agar sesegera mungkin memvalidasi dan memutakhirkan kembali data-data objek PBB-P2 di Kepulauan Selayar. Selain itu, juga menghimbau kepada para ASN dilingkup Pemda Kepulauan Selayar untuk taat bayar PBB-P2nya. (Tim). 

© Copyright 2025 - SATULAYAR.COM | JELAJAH BERITA TERKINI